Selasa, 15 Desember 2009

Ratih Sanggarwati : Menutup Aurat Demi 'Menolong' Bapak

Siapa yang tidak kenal Ratih Sanggarwati? Orang mengenalnya sebagai seorang peragawati papan atas yang sering menghiasi berbagai media di Indonesia terutama pada tahun 1990-an. Setelah melalui proses pergolakan pemikiran yang panjang, akhirnya pada tahun 2000 Ratih memperoleh hidayah dan memutuskan untuk menggunakan jilbab. Tak tanggung-tanggung, ia juga menjadi 'corong' dalam menyosialisasikan busana Muslimah ke semua kalangan.

Ada beberapa faktor yang mendukung keputusan Ratih Sang untuk menutup auratnya. Salah satu faktor pendorong yang terbesar adalah kecintaan terhadap Allah dan almarhum ayahnya, Bagus Giyanto. Ratih berambisi menjadi anak saleh agar doanya untuk sang ayah terkabul.

Pengajian Ustadz Othman Shihab suatu ketika di akhir tahun 1990-an mengendap dalam benak Ratih Sanggarwati berbulan-bulan. ''Doa anak yang saleh akan langsung diterima oleh Allah. Kalau ingin doa saya untuk bapak diterima, maka harus menjadi anak yang saleh,'' ujar Ratih, usai acara Heart to Heart with Ratih Sanggarwati di Bandung, Rabu (12/4), mengutip isi pengajian itu.

Keinginan berjilbab pun mengental.

''Pada saat berpikir untuk menggunakan jilbab, saya berdialog dengan diri sendiri. Saya bisa menolong bapak saya kalau menggunakan jilbab dan saya pun sudah memiliki dua anak yang harus dipertanggungjawabkan nanti,'' ujarnya, menirukan dialog dengan hatinya yang dilakukan pada saat memutuskan berjilbab.

Sebagai anak, yang diinginkannya hanya satu, berbakti. Tapi sang ayah sudah tiada. Maka satu-satunya bakti dia adalah berdoa. ''Saya berdebar-debar. Saya ingin bapak saya berada dalam barisan umat Rasulullah di surga,'' ujarnya. Saat itu, dorongan memakai jilbab sama kuatnya dengan penolakan untuk tidak berjilbab. Ada empat hal yang menghantui dirinya. Yaitu, takut keluarga tidak menerima, takut popularitas dan penghasilannya berkurang, serta takut kehilangan teman.

Keempat hal itu silih berganti dengan bayangan ayah dan kedua buah hatinya, menari-nari di otaknya. ''Pada waktu itu, saya menghadapi dilema antara harus membela bapak dan risiko mengorbankan kehidupan saya sendiri. Namun, saya kemudian berdoa kepada Allah untuk memberikan kemudahan pada saat menggunakan jilbab nanti,'' ujarnya. Ia pun mantap berjilbab.

Menjadi shalehah itu, sambung Ratih, artinya harus menjaga hati agar terus bertakwa. ''Siapa pun bisa, asal ada kemauan,'' ujarnya. Namun ia mempunyai perumpamaan mengenai keshalehan dengan busana Muslimah. ''Hal itu sama saja dengan seseorang yang mau menjadi saleh tapi tidak mau puasa,'' ujarnya. Karena, kata dia, sebetulnya shalehah itu meliputi ketakwaan dan ketakwaan itu mengikuti semua yang dianjurkan oleh Allah SWT. ''Jangan main dengan aturan sendiri. Aturannya kan sudah ada aturan dari Allah, itu kalau kita mau dibilang shaleh dan takwa. Memang terserah, kalau tidak mau mengikuti aturan Allah monggo-monggo saja,'' katanya. ( )

Sumber :

http://mualaf.com/kisah-a-pengalaman/pengalaman-rohani/36-Pengalaman%20Rohani/504-ratih-sanggarwati--menutup-aurat-demi-menolong-bapak

18 Februari 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar